Sabtu, 24 Oktober 2009


UKURAN KESEMPURNAAN IMAN

Pembacaan : Matius 19:16-26

Sportifitas merupakan salah satu jargon yang seringkali dipakai dalam bidang olah raga. Misalnya olah raga sepak bola selalu mengawali setiap pertandingan dengan membentangkan bendera yang bertuliskan ‘fair-play’. Sportifitas menjadi sesuatu yang agak kabur pada didang olah raga yang relatif ukurannya (senam) ketika juri satu dan lainnya memberikan nilai yang tidak sama. Bidang olah raga yang ’relatif-ukurannya’ potensial menyisakan ketidak puasan bagi mereka yang merasa dikalahkan atau kalah.
Bukankah kehidupan keagamaan kita pun terlalu terbiasa berbicara pada dimensi ‘tidak terukur’, yaitu ketika agama melontarkan gagasan yang abstrak seperti kata: ‘kasih, setia, adil dan benar’ dsbnya. Karena sifat agama sedemikian abstraknya, oleh karenanya sulit diukur secara terang benderang? Bagaimana pula jika ternyata ada klaim-klaim sepihak dari denominasi tertentu yang cenderung ’memenangkan’ diri seraya mengalahkan denominasi lain? Sedemikian relatifkah keagamaan itu dalam ajaran Injil?

Ada 2 perumpamaan yang bisa memberikan persfektip terhadap soal diatas. Pertama, ketika ada seorang yang mempertanyakan siapakah sesamaku (Lukas 10:25-37), Tuhan Yesus tidak menjawabnya secara sosiologis, adat istiadat budaya mana pun. Secara pasti dan terlihat jelas, orang itu sendiri yang mengatakan orang Samaria. Status sosial orang Samaria tidak ada apa-apanya jika dijajarkan dengan orang Lewi dan Imam. Secara turun temurun ada kebencian yang mendalam diantara orang Yahudi dan Samaria. Namun demikian, orang itu tidak ragu-ragu mengatakan orang Samaria sebagai sesama orang mengalami musibah. Perumpamaan ini sekaligus menyadarkan kita bahwa adakalanya aturan-kaidah agama bisa merendahkan martabat kemanusiaan sesamanya.
Kedua, saat seseorang datang kehadapan Tuhan Yesus dengan mengaku telah melaksanakan ketentuan hukum taurat (Matius 19:16-26 (// Markus 10:17-27 Lukas 18:18-27). Apa sebenarnya motif orang muda ini mempertanyakan hal itu kepada Tuhan Yesus yang dalam beberapa hal bersikap kritis atau terang-terangan melawan aturan waktu itu (Mat 12:1-8 Mk 2:23-28 Lk 6:1-5). Inilah jawab Tuhan Yesus: ‘‘Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.(Mat 19:21). Orang Muda itu tak dapat menjual hartanya? Melalui dua contoh diatas, menunjukan bahwa perbuatan mengisihi dan menolong sesama adalah hakekat Injil?
Kitab Injil Matius, Markus, Lukas dan Yohanes memuat kesaksian berbagai macam karya perbuatan Tuhan Yesus seperti: menyembuhkan, menghidupkan dsbnya. Melalui karya-karyaNya itu Tuhan Yesus menunjukkan bahwa kesempurnaan iman tampak dalam perbuatan yang dilakukan seseorang karena iman (Matius 19:21 Kol 3:14 Yakobus 1:4,25 2:22 I Yoh 2:5 4:12,17). Kesatuan iman dan ‘perbuatan’ itulah yang sekaligus menjadi faktor yang membedakan iman-injili dengan agama Yahudi yang verbalistik, legalistik simbol-ritual (Lukas 10:25-37 bdk. Kisah Rasul 10:1-48 dsbnya).

1. Konsistensi keterukuran agama tampak dalam Matius 7:21 ketika Ia mengatakan ‘Bukan setiap orang yang berseru kepadaku: Tuhan! Tuhan ! akan masuk kedalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang disorga’ (Matius 7:21).
2. Pengampunan Allah bukan hanya suatu peristiwa vertikal-abstrak, melainkan secara konkrit dinyatakan melalui kehidupan ‘tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.’ (Matius 6:14-15).
3. BUAH - Setiap ranting padaKu yang tidak berbuah, dipotongNya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkanNya supaya ia lebih banyak berbuah (Yoh 15:2), Bapaku dipermuliakan jika kamu berbuah (Yoh 15:8 bdk Lukas 3:8 Kol 1:10 Roma 7:4 Titus 3:14)

Mungkin saja, saudara seorang yang sedang bergumul dengan pertanyaan tentang iman yang sempurna. Ketaatan memenuhi berbagai aturan-aturan agama yang ada bukanlah segala-galanya. Atau sebaliknya, dengan dalih perbuatan maka saudara mengabaikan aturan-aturan agama yang ada. Tuhan Yesus tidak mengajarkan hubungan aturan agama dan perbuatan sebagai hal yang bertentangan. Sebaliknya, Tuhan Yesus Kristus mengajarkan bahwa hendaknya pemaknaan aturan-aturan agama sesuatu yang mengukuhkan ‘perbuatan’ iman.
mencerahi pemahaman kita tentang agama Kristen yang sesungguhnya di zaman modern. Agama Kristen yang memiliki kemampuan serta kecerdasan untuk melakukan perbuatan-perbuatan iman. Bisakah ‘perbuatan-iman’ menjadi salah satu ukuran kita bersama dalam mencermati kualitas iman Kristen dalam kehidupan kita bersama. Ajaran agama yang memiliki kekuatan ORTHOPRAXIS (=bertindak benar) sebagai wujud agama ORTHODOXY (=ajaran yang benar)

• Kata Yesus kepadanya: ‘Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku (Mat 19:21 teleios/ complete)
• Kamu lihat, bahwa iman bekerja sama dengan perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna (Yak 2:22 teleios to end, complete)
• Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun (Yakobus 1:4 teleios/ complete)
• Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan yang bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya (Yakobus 1:25 teleios / complete)
• Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini (1 Yoh 4:17 to end, complete -)
• Tetapi barangsiapa menuruti firmanNya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah: dengan itulah kita ketahui, bahwa kita ada di dalam Dia (1 Yoh 2:5)
• Dan diatas semuanya itu; kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan (Kol 3:14)
• Tidak ada seorangpun yang pernah melihat Allah, jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasihNya sempurna di dalam kita (1 Yoh 4:12)

Keharusan berbuat tidak dapat ditunda dengan berbagai alasannya. Agama Kristen tidak memahami waktu kehidupan manusia ibarat lingkaran yang tidak ada hujungnya dan sesuatu yang akan terulang. Agama Kristen memahami waktu secara linear yang sarat dengan evolusi dan perkembangan kesesuatu di depan. Tidak ada yang terulang dalam hidup ini karena sifatnya yang bergerak ke masa depan. Sebab jika waktu bergerak dalam lingkaran dan bukan dalam garis lurus, jika semua peristiwa berputar-putar kembali pada tempatnya semula dan bukannya bergerak lurus kesatu arah, maka ini berarti bahwa sejarah berulang kembali dan evolusi serta progres tidak lebih dari sebuah impian - bayang-bayang ditembok waktu (Alvin Toffler. GELOMBANG KETIGA. Jakarta. 1989 h.148). Oleh karena itu II Kor 5:10 menyebutkan bahwa kita akan diadili menurut perbuatan kita, yang baik atau yang jahat. Keharusan untuk berbuat sebagai wujud iman, menjadi persoalan sekarang karena yang sekarang itu tidak akan terulang diwaktu yang mana pun?




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RENUNGKAN FIRMAN

RENUNGKAN FIRMAN

Pengikut