Senin, 16 November 2009



RENDAH HATI YUKKKKSSS. . . .

Manusia sesuai dengan kodratnya, adalah mahluk yang dengan sejumlah keterbatasannya dengan semua kelemahan. Manusia seringkali bersikap mencla-mnecle, plin-plan bersikap? Bahkan, ay 9-10 menyebutkan lidah yang mengutuk dan memuji Tuhan.

Apa reaksi anda jika suatu ketika menghadapi situasi membuat nyali kita ciut? Apakah akan bereaksi seperti: bekicot alias keong? Burung Unta, Kambing Hitam atau malah pakai langkah seribu ‘colong gelanggang tinggal playu? Pilatus-isme. . . .Petrus-isme ? Apa?

Berdasarkan Yakobus 3:8 mengingatkan kita bahwa INKONSISTEN merupakan salah satu kelemahan manusia. Tidak seorang yang memiliki jabatan tinggi atau pun rendah? Apapun capaian gelar akademis ataupun status sosial ekonominya, bahkan kadar tingkat keningratannya? Juga tidak bagi yang berjabatan tinggi dalam keagamaan, semunya tidak bebas dari sikap mencla mencle? (Luk 18:9-14 Farisi dan Pemungut Cukai atau Matius 23).


MENGAKUI KETIDAK SEMPURNAAN
Para pemikir arif bijaksana, mewariskan kepada kita beberapa kesimpulan tentang manusia, yaitu:

ALIM, orang yang tahu apa yang diketahuinya. Itulah alim, ikutlah dia.
NAIM, orang yang tahu namun tak mengetahui yang diketa huinya. Itulah naim, bangunkan dia!
PENUNTUT, orang yang tak tahu tapi tidak mau tahu. Itulah penuntut, tunjuki dia.
JAHIL, orang yang tak tahu tapi tidak tahu kalau ia tidak tahu. Itulah jahil, jauhilah dia (Al-Ghazzali)

• REFLEKSI BUDAYA - ‘Manungsa iku asipat apes’, siapapun diantara kita bisa saja berbuat salah (disengaja maupun tidak sengaja). Kesadaran bathin ini yang melatar belakangi adanya pepatah ‘bener lan luput iku sandhangane wong urip’. Makna hakiki kesadaran tersebut membuka wawasan bathin manusia senantiasa bersikap rendah hati dalam menghadapi setiap hal. Oleh karenanya dikenal sejumlah nasehat berhubungan dengannya, al. ‘Aja bungah ing pangalem, aja susah ing panacad’. ‘Aja mongkog ing pambombong, aja nglokro ing panyendhu’, ‘Lamun sugih, aja sumugih, lamun pinter aja kuminter’ dstnya.

Yakobus mengajak kita untuk secara sungguh-sungguh mengakui ketidak sempurnaan diri kita? Suatu perjalanan jujur memasuki semua sisi pengalaman kita, yang tidak bisa diketahui siapa pun. Tetapi, Tuhan mengenal setiap perbuatan kita. Sebuah kesadaran ketidak sempurnaan diri yang akan membuat kita menjadi orang yang ’bisa rumongso’ dan bukan malah menjadi ’orang yang rumongso biso’


1.
ADAKAH MANUSIA SEMPURNA?
Tidak ada seorang pun manusia yang tidak melakukan kesalahan dalam hidupnya, setidaknya dalam hal berkata-kata (ayat 1-2).

1 Saudara-saudaraku, janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru; sebab kita tahu, bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat.2 Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya.


2.
TIDAK SEORANGPUN YANG SEMPURNA
Lidah manusia sedemikian luar biasa kuatnya, melebihi kekang pada mulut kuda (3) atau juga melebihi dari binatang menjalar dan binatang laut! Sekali lagi, tidak seorang pun yang bisa menjinakkan lidahnya.

3.Kita mengenakan kekang pada mulut kuda, sehingga ia menuruti kehendak kita, dengan jalan demikian kita dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya. 4.Dan lihat saja kapal-kapal, walaupun amat besar dan digerakkan oleh angin keras, namun dapat dikendalikan oleh kemudi yang amat kecil menurut kehendak jurumudi. 5.Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar. Lihatlah, betapapun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar. 6.Lidahpun adalah api; ia merupakan suatu dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka. 7.Semua jenis binatang liar, burung-burung, serta binatang-binatang menjalar dan binatang-binatang laut dapat dijinakkan dan telah dijinakkan oleh sifat manusia, 8.tetapi tidak seorangpun yang berkuasa menjinakkan lidah; ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan.

9.Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah, 10.dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi.
3.
KONSISTENSI BERSIKAP
Berdasarkan hukum alam - sebagai retoris ayat 11-12 - mengatakan ketidak mungkinan ’air tawar menghasilkan air pahit’ atau ‘pohon ara menghasilkan buah zaitun’ dan selanjutnya ‘pokok anggur menghasilkan buah ara’?

11.Adakah sumber memancarkan air tawar dan air pahit dari mata air yang sama? 12.Saudara-saudaraku, adakah pohon ara dapat menghasilkan buah zaitun dan adakah pokok anggur dapat menghasilkan buah ara? Demikian juga mata air asin tidak dapat mengeluarkan air tawar. (Yakobus 3:1-12)

Saudara-saudara ykk,
Kesaksian Yakobus 3:11-12 diingatkan untuk bersikap konsisten sebagai penolakan sikap mendua (ay 9-10). Ditengah segala ketidak sempurnaan, kita bertanggung jawab untuk senantiasa BERUSAHA UNTUK KONSISTEN.

BELAJAR: berdasarkan Yakobus 1:2-4 2.Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, 3.sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. 4.Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.

Yakobus 1:2-4 sekaligus mengingatkan kita agar tidak lemah dalam menghadapi kesulitan. Tetaplah berada dalam posisi sebagai seorang pelajar, yang senantiasa terus menerus selalu meningkatkan dirinya. Bahkan terkesan malah kita membuka diri untuk belajar dan di uji oleh Tuhan agar kita menjadi sempurna.

RAJA AYAM

Manusia hidup dalam situasi, dibesarkan situasi, dan tidak sedikit diantara kita yang meniru (menduplikasi) situasinya. Siapa saja yang tidak bertindak tidak selaras dengan situasi dimana ia ada akan disebut sebagai ‘aneh’ atau tidak ‘up to date’. Ranggawarsita pernag mengingatkan agar kita penuh kewaspadaan,‘iki jaman edan sing sapa ora edan ora keduman. luwih beja wang kang eling lan waspada’. Begitulah, adakalanya seringkali situasi telah sedemikian rupa mengubah karakter seseorang.
Mungkin saudara pernah mendengar tentang kisah tentang seekor ayam yang mengerami sebutir telur burung Rajawali. Di kemudian hari sungguh memilukan ketika seekor anak burung rajawali harus mengais-ngais makanan bersama anak-anak ayam lainnya? Situasi sedemikian digdaya mengubah burung ‘Rajawali’ menjadi ‘raja-ayam’. Hari-hari si Rajawali dijalani menjadi ‘raja-ayam’ karena memang itulah lingkungan dimana ia ada saat itu. Untuk mengembalikan kerajawaliannya, pastilah bukan perkara mudah dan sederhana. Bukanlah mustahil jika sampai mati nanti, ia tidak pernah sadar bahwa ia sesungguh rajawali yang perkasa. Kebenaran kisah ini tidak usah diperdebatkan, setidaknya ada pelajaran berharga yang bisa diambil. Antara lain menasehatkan agar kita memeliki keberanian untuk bersikap kritis terhadap situasi yang akan ‘meng-ayam’ kan diri kita. Situasi yang memperlemah atau mengubah jati diri sebagai garam dan terang.

TANGGUNG JAWAB MENGASIHI
Kesanggupan 'rajawali' sangat dibutuhkan setiap orang untuk mampu mengasihi. Secara umum, mengasihi tidak hanya ada pada manusia, bahkan bisa juga dilakukan oleh mahluk ciptaan Tuhan lainnya seperti misalnya burung yang mengasihi anak-anaknya. Namun demikian, ada sebuah pertanyaan apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu apakah upahmu? Jika kita mengasihi seseorang mengasihi kita, maka kita tidak lebih dari seorang penipu. Atau pahala apakah yang akan kamu peroleh darinya, karena siapapun orangnya, yang berdosa sekalipun ia tahu mengasihi yang mengasihinya (Lukas 6:32) Contohnya, para pemungut cukai ‘Bukankah seorang pemungut cukai’ sebagai manusia yang dikenal sebagai orang tamak, merekapun mengasihi mereka yang mengasihi.

• Kamu yang jahat tahu memberi yang baik (Mat 7:11 Lukas 11:13)
• Namun, orang Farisi mengharamkan tindakan kasih dengan 2 ketentuan, yaitu: (1) mengasihi orang yang telah menyakiti mereka atau (2) mengasihi orang kafir, orang-orang yang bukan sebangsa dan setradisi dengan mereka. Sikap anti-kasih dipelihara dengan semangat agama. Rupanya dendam ala Farisi, dalam bentuknya yang lain bisa jadi masih terdapat dalam kehidupan, ketika saya hanya mengasihi orang yang berbuat baik kepada saya, sedangkan yang berbuat jahat saya balas saya tuntas. Farisiisme juga tampak ketika ‘saya mengasihi kaum kerabat’ saya, dan selebihnya tidak?

Selanjutnya, Tuhan Yesus memberikan suatu perbandingan jika hanya itu saja Bukankah orang yang tidak mengenal Allahpun - sebagaimana yang orang non Yahudi ketika sesama mereka saling berpapasan dijalan saling memberi salam juga. Jika kita memberi salam hanya kepada saudara kita, teman kita sesama orang Kristen, maka kita tidak lebih dari orang kafir yang juga melakukan yang sama. Artinya, semua kasih manusiawi yang setinggi apapun selalu tercemar oleh noda-noda egoisme. Sebaliknya, setiap pengikut Kristus terpanggil mengasihi musuh-musuh kita dengan kasih kristiani yang bebas dari egoisme, suatu kasih yang dicerahi oleh kasih adi kodrati.
Persoalannya ialah ‘apakah lebihnya’ dari perbuatan orang lain (ay 47). Artinya, menjadi pengikut Kristus tidak hanya sebatas sama dengan apa yang orang kafir lakukan, melainkan melampaui mereka dalam hal kebajikan. Hidup keagamaan kita harus lebih benar dari (perisseuse ....pleoin) dari orang Farisi (Mat 5:20) demikian pun kasih kita harus melebihi, lebih besar daripada (perisson) kasih orang yang tidak mengenal Allah (ay 47).

Mat 5:20 Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga

Bonhoeffer menyebut yang membuat orang Kristen berbeda dari manusia lain ialah ‘kekhususannya’ (perisson= ‘lain dari pada yang lain’), yang ‘luar biasa’, sesuatu yang bukan seharusnya. Yang melebihi, yang melampaui semuanya. Apa yang wajar ‘to auto’ (umum) bagi orang Kristen dan kafir dimulai dengan perisson (yang luar biasa), dengan demikian menjadi orang Kristen yang istimewa. Bapa sama baiknya kepada orang jahat maupun kepada orang baik, maka anak-anakNya haruslah berperilaku demikian pula. Kehidupan umat manusia yang lama (yang telah jatuh kedalam dosa) di dasarkan pada keadilan primitif, membalas kejahatan dengan kejahatan, dan budi baik dengan budi baik. Kehidupan umat manusia yang baru (yang sudah diselamatkan) didasarkan pada kasih illahi, tidak menuntut balas, melainkan mengalahkan kejahatan dengan kebaikan (Roma 12:21)



LUNTUR - TUA - BOSAN - IMMUN/KEBAL - NGLOKRO
Kodrat alami yang berlaku untuk semuanya adalah kefanaan, segala sesuatu dalam hidup ini dalam proses waktu akan mengalami kerusakan. Dalam dunia materi kita bisa melihat dengan jelas melalui benda-benda mengalami kerusakan dengan berkarat, kalau kerupuk melempem, jika kain luntur, manusia menjadi tua dsbnya. Demikian juga dengan emosi-emosi manusia, tidak ada yang kekal.

1.
Kebaikan Untuk Semua Orang
Tujuan: mengajak jemaat bersikap awas terhadap egoisme yang secara perlahan merasuki cara hidup zaman ini, serta memiliki komitmen untuk menebar benih kebaikan bagi semua orang tanpa pandang bulu, sebagai cara untuk memelihara persaudaraan, perdamaian sejati dan kenyamanan dunia ini.

MANUSIA BERSIKAP PANDANG BULU - Secara relatif-subjektif setiap manusia - individu atau kelompok - tidak bebas dari rasa suka dan tidak suka, benci dan sayang yang akhirnya akan sangat menentukan perilakunya. Dalam Yakobus 2:1-4 diingatkan agar tidak bersikap pandang bulu, sbb:

JANGAN MEMANDANG MUKA - 1 Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka. 2 Sebab jika ada seorang masuk ke dalam kumpulanmu dengan memakai cincin emas dan pakaian indah dan datang juga ke situ dengan mamakai pakaian buruk, 3 dan kamu menghormati orang yang berpakaian indah itu dan berkata kepadanya: ‘Silahkan tuan duduk di tempat yang baik ini!’, sedang kepada orang yang miskin itu kamu berkata: ‘Berdirilah di sana! atau” ‘Duduklah di lantai ini dekat tumpuan kakiku!’, 4 bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat (Yakobus 2:1-4)

Untuk itu Roma 2:1 mengingatkan ketidak-valid-an sikap suka dan tidak suka, benci dan sayang, khususnya berkenaan dengan kodratnya sebagai mahluk yang memiliki keterbatasan.

1 Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau menghakimi yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama
2 Tetapi kita tahu, bahwa hukuman Allah berlangsung secara jujur atas mereka yang berbuat demikian. 3 Dan engkau, hai manusia, engkau yang menghakimi mereka yang berbuat demikian, sedangkan engkau sendiri melakukannya juga, adakah engkau sangka, bahwa engkau akan luput dari hukuman Allah? 4 Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahanNya, kesabaranNya dan kelapangan hatiNya? Tidakkkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan? 5 tetapi oleh kekerasan hatimu ( - Yunani, sklerotes) yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan.
6 Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya, 7 yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidakbinasaan, 8 tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman. 9 Penderitaan dan kesesakan akan menimpa setiap orang yang hidup yang berbuat jahat, pertama-tama orang Yahudi dan juga orang Yunani, 10 tetapi kemuliaan, kehormatan dan damai sejahtera akan diperoleh semua orang yang berbuat baik, pertama-tama orang Yahudi, dan juga orang Yunani.
11 Sebab Allah tidak memandang bulu (Roma 2:1-11)


ORANG KAYA DAN LAZARUS YANG MISKIN
19 ‘Ada seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungun dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan. 20 Dan ada seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, 21 dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan anjing-anjing datang dan menjilat boroknya.
22 Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham. 23 Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya. 24 Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini. 25 Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik, sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita. 26 Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datanmg dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang. 27 Kata orang itu: Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, 26 sebab masih ada 5 orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini. 29 Tetapi kata Abraham: Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi: baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu. 30 Jawab orang itu: Tidak, bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat. 31 Kata Abraham kepadanya: Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati.’ (Lukas 16:19-31)


TUHAN TIDAK PANDANG BULU - Dalam kehidupan jemaat Kristen mula-mula, ada klaim kaum Yahudi sebagai pewaris iman Abraham yang sah sekalipun perilaku hidup mereka tidak terpuji. Status sebagai umat pilihan tidak akan menyebabkan Tuhan bersikap pilih kasih, (1) berdasarkan kesaksian Alkitab pada Roma 2:2 dikatakan Tuhan akan bersikap jujur dan (2) Tuhan tidak pandang bulu antara Yahudi dan Yunani, yang dilihatnya ialah perbuatan mereka yang sungguh melaksanakan kehendak Tuhan (Mat 7:21).

ALLAH TIDAK MEMBEDAKAN ORANG - 34 Lalu mulailah Petrus berbicara katanya: ‘Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang. 35 Setiap orang dari bangsa manapun yang atkut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepadaNya. 36 Itulah firman yang Ia suruh sampaikan kepada orang-orang Israel, yaitu firman yang memberitakan damai sejahtera oleh Yesus Kristus, yang adalah Tuhan dari semua orang. 37 Kamu tahu tentang segala sesuatu yang terjadi di seluruh tanah Yudea, mulai dari Galilea sesudah baptisan yang diberitakan oleh Yohanes, 38 yaitu tentang Yesus dari Nazareth: bagaimana Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia, yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai iblis, sebab Allah menyertai Dia (Kisa 10).

Oleh karenanya, atas dasar kesadaran bathin bahwea ke-Maha-Kuasa-an Allah (Amsal 15:3) dapat mengetahui dengan sangat akurat segala perilaku manusia, sampai keakar bathinnya yang paling dalam, yang tidak dapat dilihat manusia.

Dalam Injil Lukas 18:11-14 disebutkan bagaimana Tuhan tidak dapat dikelabui dengan peribadahan yang indah secara lahiriah tetapi penuh dengan kesombongan (Matius 23)

(11)Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepadaMu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan penzinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini (12)aku berpuasa 2 kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku. (13)pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: ‘Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. (14)Aku berkata kepada kepadamu, Orang ini pulang kerumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barang siapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri ia akan ditinggikan. (Lukas 18:11-14)

Kutipan ayat diatas mengajarkan kepada kita agar keyakinan mewarnai setiap perilaku orang percaya, yang secara kulitatif harus dapat dipertanggung-jawabkan kepada Tuhannya (II Kor 5:10), dan bukan demi disukai, ataupun disayangi manusia.

Sabtu, 31 Oktober 2009



TERUS TERANG
Lebih baik teguran yang nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi.Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah (Amsal 27:5-6)

Berbicara merupakan salah satu aktivitas setiap manusia normal. Tentu saja, berbicara bukan asal-asal saja, karena berbicara memiliki maksud tertentu. Bahkan, ada juga berbicara sebagai basa basi belaka, sehingga membutuhkan kesanggupan interpretasi dan ketajaman pribadi untuk memahaminya. Dalam hal ini berbicara tidak lagi mengambarkan keadaan apa adanya, melainkan sesuatu yang harus ditafsirkan!

Perenungan ini mengajak kita untuk berbicara secara jujur, apa adanya. Rasul Paulus sungguh risau ketika ia mengatakan ‘16 Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu? (Galatia 4:16)’. Kejujuran orang beriman dalam berbicara diteladankan juga oleh Tuhan Yesus.

YESUS BERTERUS TERANG
- Markus 8:32 hal ini dilakukan dengan terus terang. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia. Yohanes 11:14 - Karena itu Yesus berkata dengan terus terang “Lazarus sudah mati”. Yoh 18:20 Jawab Yesus kepadanya: “Aku berbicara terus terang kepada dunia: Aku selalu mengajar di rumah-rumah ibadat dan di Bait Allah, tempat semua orang Yahudi berkumpul. Aku tidak pernah berbicara sembunyi-sembunyi. – Paulus Kis 26:26, 31 berbicara terus terang –Yusuf Kejadian 37:2 kejujurannya berbicara apa adanya sehubungan dengan kehidupan saudara-saudaranya. Yusuf tidak menyembunyikan kejahatan-kejahatan saudaranya demi memelihara hubungan baik dengan saudaranya. Ia juga tidak takut mendapat perlakuan tidak baik dari saudaranya karena bicaranya. Sebaliknya, saudara-saudaranya memiliki rasa solidaritas semu dalam bersikap terhadap Yusuf saudaranya yang dibenci karena suka melaporkan kejahatan-kejahatan saudara-saudaranya ketika menggembalakan ternak.

AKTUALISASI TERUS TERANG
Mungkin hanya sedikit diantara kita yang mau dan mampu bersikap seperti keterus terangan Yusuf terhadap perilaku saudara-saudaranya. Sangat beralasan kalau kita lebih memilih diam, asalkan selamat. Demi kebersamaan kita memilih diam, tidak berbicara yang sesungguhnya dan akibatnya berarti membuat sesuatu menjadi lebih buruk lagi. Berikut ini ada beberapa pengajaran Firman mengenai berbicara terus terang, yaitu:

 Pr 28:23 Siapa menegur orang akan kemudian lebih disayangi dari pada orang yang menjilat.
 Le 19:17 Janganlah engkau membenci saudaramu di dalam hatimu, tetapi engkau harus berterus terang menegor orang sesamamu dan janganlah engkau mendatangkan dosa kepada dirimu karena dia.
 Mt 18:15 "Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali.
 Ga 2:14 Tetapi waktu kulihat, bahwa kelakuan mereka itu tidak sesuai dengan kebenaran Injil, aku berkata kepada Kefas di hadapan mereka semua: "Jika engkau, seorang Yahudi, hidup secara kafir dan bukan secara Yahudi, bagaimanakah engkau dapat memaksa saudara-saudara yang tidak bersunat untuk hidup secara Yahudi?"
 1Ti 5:20 Mereka yang berbuat dosa hendaklah kautegor di depan semua orang agar yang lain itupun takut.


Suatu hal yang pasti, keterus terangan itu bukanlah kata lain dari benci. Tetapi, sebaliknya, keterus terangan yang berdasarkan kasih. Kasih karena keinginan agar hidup kebersamaan kita menjadi lebih berkualitas di hadapan Tuhan dan sesama.

MENUNTUT ILMU
Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya menghajar dia pada waktunya (Amsal 13:24)



DIDIKAN TUHAN ATAS ORANG BERIMAN -
Ada yang mengandaikan jalan ilmu lebih mirip seseorang yang sedang berada di medan perang. Untuk memenangkan suatu peperangan tidak ada kesempatan untuk bermanja-manja. Peperangan yang dilakukan terutama menghadapi musuh musuh antara lain sejumlah pengaruh buruk lingkungan sosial-budaya, lingkungan rumah yang bisa juga memberikan pengaruh buruk untuk terciptanya semangat belajar seseorang. Luas wilayah peperangan akan semakin bertambah seiring dengan pertumbuhan pergaulan seseorang ketika beranjak menjadi dewasa. Suatu hal yang pasti siapa yang terlena maka ia akan kalah oleh berbagai pengaruh lingkungan, khususnya yang merusak semangat belajar.
Dalam Alkitab kita boleh belajar tentang cara Tuhan mendidik umat pilihanNya belajar, termasuk melalui pengalaman mereka sebagai budak di Mesir, demikian juga dengan Padang Gurun selama 40 tahun, bahkan pembuangan Babel. Melalui berbagai pengalaman pahit tersebut, Tuhan menginginkan agar umat pilihan menjadi orang yang terujui oleh zaman untuk menjadi umat-teladan dengan jiwa patriot, demikian juga di bidang ilmu.

1. Berbahagialah orang yang Kauhajar, ya TUHAN dan yang Kauajari dari TauratMu (Mazmur 94:12)
2. Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah! (Wahyu 3:19)
3. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gadaMu dan tongkatMu, itulah yang menghibur aku (Mazmur 23:4) -
4. TUHAN menghajar aku dengan keras, tetapi Ia tidak menyerahkan aku kepada maut (Mazmur 118:18)
5. Sesungguhnya, berbahagialah manusia yang ditegur Allah; sebab itu janganlah engkau menolak didikan Yang Mahakuasa (Ayub 5:17)
6. Tetapi kalau kita menerima hukuman dari Tuhan, kita dididik, supaya kita tidak akan dihukum bersama-sama dengan dunia (I Kor 11:32) -
7. Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya diantara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seseorang akan yang lain sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu (Kolose 3:16)
8. Mereka benci kepada yang memberi teguran di pintu gerbang, dan mereka keji kepada yang berkata dengan tulus ikhlas. (Amos 5:10)
9. Karena TUHAN memberi ajaran kepada yang dikasihiNya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi (Amsal 3:12)
10. Karena Tuhan menghajar orang yang dikasihiNya, dan Ia menyesah orang yang diakuiNya sebagai anak (Ibrani 12:6)
11. Karena TUHAN memberi ajaran kepada yang dikasihiNya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi (Amsal 3:12)



4 MANFAAT DIDIKAN KERAS
Pemahaman bahwa kesadaran menuntut ilmu bagaikan seseorang yang sedang berada di medan perang melahirkan konsep disiplin yang secara harga mati tidak boleh diperjual belikan dengan imbalan apa pun juga. Kebenaran konsep itu semakin terbuktikan dalam situasi kehidupan modern, khususnya berkaitan dengan semakin membanjirnya tantangan dalam menuntut ilmu, dalam berbagai bentuknya.

(1)DEMI JALAN YANG BENAR - Didikan yang keras adalah bagi orang yang meninggalkan jalan yang benar, dan siapa benci kepada teguran akan mati (Amsal 15:10) - Hajarlah anakmu selama ada harapan, tetapi jangan engkau menginginkan kematiannya (Amsal 19:18) - (2)MENGUSIR KEBODOHAN - Kebodohan melekat pada hati orang muda, tetapi tongkat didikan akan mengusir itu dari padanya (Amsal 22:15) - (3)MENDATANGKAN HIKMAT - Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan ibunya (Amsal 29:15) - (4)JALAN KEHIDUPAN DI HARI TUA - Karena perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan (Amsal 6:23)Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu (Amsal 22:6) - Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketentraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu (Amsal 29:17)


Diskusikanlah 10 tantangan yang ada di lingkungan, dan pribadi anda sendiri yang bisa merusak keberhasilan menuntut ilmu.

Sabtu, 24 Oktober 2009


Iman dalam palungan

OBSESSI MENJADI BESAR
Sejarah peradaban manusia membuktikan bahwa besar, terkenal, hebat menjadi cita-cita abadi manusia. Untuk mencapai kesemua hal itu manusia sanggup menempuh segala macam cara, tidak terkecuali mengabaikan kaidah kaidah ketaatan pada Tuhan. Keinginan untuk memuaskan rasa tinggi hati, melahirkan sikap lupa diri. Anggapan bahwa dirinya besar seringkali berdampak buruk bagi kelangsungan peradaban manusia.


IMAN PALUNGAN:
Kecil dan remeh, miskin dan papa menandai kelahirannya. Yesus lahir di suatu kota kecil, di kota Betlehem (Matius 2:1 Yoh 7:42), disuatu kandang dan di balut dengan kain lampin serta dibaringkan di dalam palungan (Lukas 2:7). Kelahirannya hanya disaksikan oleh beberapa gembala yang tidak ada hubungan keluarga dengannya (Lukas 2:8-20).
Murid-murid Yesus terdiri dari sejumlah orang dengan latar belakang sosial tergolong orang kecil, penjala ikan (Mat 4:18 Lukas 5:1-11 Mark 1:16-20). Mereka tidak punya tempat berkantor, karenanya mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Bahkan, untuk meletakkan kepala mereka pun tidak punya (Mat 8:20 Lukas 9:58.
Ajaran yang disampaikan Yesus bukan sesuatu yang besar dan populer, sebaliknya Ia mengajarkan mengenai kebahagiaan yang diperoleh oleh orang lapar dan haus, yang berduka dan yang lembut dan miskin (Matius 5:3-12 Lukas 6:20-23). Matius 25 menyebutkan identifikasi dirinya sebagai yang lapar, haus, asing dan terpenjara.

‘Aku berkata kepadamu sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini (lapar, haus orang asing, telanjang, terpenjara, sakit), kamu tidak melakukannya juga untuk Aku’ (Matius 25:45)

Yesus tidak mengajarkan kelimpahan, melainkan pengosongan diri, bukan pertahanan diri dengan segala cara melainkan penyangkalan diri (Mat 16:24 Mk 8:34 Lukas 9:23). Penderitaan karena kebenaran bukan untuk dielakkan melainkan untuk dihadapi, sebagai garam dan terang (Mat 5:13-16), sekalipun bagaikan anak domba di tengah serigala (Lukas 10:3). AjaranNya ialah setia dalam hal-hal yang kecil dan bahkan duduk di tempat yang rendah.

‘Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar’ (Lukas 16:10) - (yang terkecil - Lukas 7:28 Lukas 9:48 // Mat 10:40 Yoh 13:20) – (yang terakhir - Lukas 13:30) – (merendahkan diri - Lukas 14:11 18:14) – (seorang anak kecil - Lukas 18:17)

Kerajaan dan kekuasaannya bukanlah kekuatan pasukan bersenjata lengkap dan serba mutakhir melainkan dengan kekuatan kasih. Kasih dengan kerelaan menyerahkan nyawa, karena siapa yang mau mempunyai nyawa haruslah kehilangan nyawa (Mat 10:39 16:25 Markus 8:35 Lukas 9:24).
Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya (Makus 8:36 Kerajaannya seumpama biji sesawi (Mat 13:31 Markus 4:31 Lukas 13:19). Salib adalah akhir seluruh karya pelayanan yang dilakukan Yesus, dihukum mati bersama dengan penyamun di kanan dan kiriNya (Matius 27:38 Mk 15:21-32 Lukas 23:26, 33-43 Yohanes 19:17-24). Kemudian mayat Yesus di titipkan dalam makam milik Yusuf Arimatea (Mat 27:60 Mk 15:42-47 Lk 23:50-56 Yoh 19:38-42).
Namun, akhirnya di terima dan diakui sebagai Juru Selamat Dunia, segala lidah mengakui Dia Tuhan (Filipi 2:11), dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada (Filipi 2:10). KerajaanNya yang hanya bagaikan sebiji sawi yang kecil akhirnya ia bertumbuh menjadi besar? Jawabannya ialah karena Tuhanlah menjadi andalannya. Tuhan pemilik semesta alamlah yang memberkatinya.
Demikianlah, kelahiranNya dalam kandang pada sebuah palungan bukan suatu demonstrasi sesaat, melainkan sebagai ‘jalan-hidup’ Tuhan Yesus diseluruh pelayananNya.
Iman dalam palungan diakui Rasul Paulus dalam Filipi 1:21 ‘hidupku adalah Kristus dan mati adalah untung’. Bahkan jika aku merasa lemah oleh karena semua siksaan Injil maka aku kuat (2 Kor 12:10). Baginya, palungan sebagai wujud iman dan kesaksiannya.



KASIH DAN RESIKO

anggonku bisa nindakake apa-apa iku marga saka pakaryaning Allah
II Korinta 3:1-6 (5)


Ada kisah tentang sekelompok tikus yang bertekad memerangi kekejaman kucing. Para tikus sependapat untuk mengalungkan genta-kecil (lonceng) pada leher Kucing, untuk mengetahui kalau kalau sang kucing datang. Bukankah dengan mengetahui secara dini kedatangan kucing, maka setidaknya tikus-tikus dapat ancang-ancang untuk lari langkah seribu menyelamatkan diri. Namun, persoalannya ialah tikus manakah yang memiliki nyali sebesar itu untuk mengalungkan genta-kecil di leher kucing yang ganas itu? Seberapa pun besarnya akal sehat itu tetapi ternyata masih jauh lebih besar kalkulasi terhadap resiko? Kalkulasi resiko membuat ciut nyali para tikus? Wajar dan bisa dipahami ketakutan-ketakutan para tikus mengalahkan akal sehatnya?

'Mentalitas tikus' dalam gambaran diatas, seringkali tampak juga dalam kehidupan kita sebagai orang beriman. Jika ibarat sebuah buku, mungkin saja hidup kita telah menorehkan sedemikian banyak tulisan kata-kata indah tentang iman. Ada banyak hal yang dapat kita katakan dengan pasihnya tentang berbagai-bagai sisi kesaksian Alkitab. Bisa jadi kita bahkan salah seorang yang memiliki kemampuan menghafalkan ayat-ayat Alkitab. Namun, sebanyak yang kita ketahui itukah semangat dan kemauan untuk mewujudkannya dalam kehidupan kita? Kutipan berikut ini bisa memberi wacana terhadap jawaban itu: ‘Aku selalu dikenal sebagai orang yang rajin menghadiri kebaktian di gereja,’ tutur John Wooden. ‘Tetapi itu terutama demi penampilan belaka, sampai ketika aku menerima Kristus pada usia tiga puluhan. Aku telah mendapati bahwa orang-orang-orang Kristen yang berserah dapat menerima kesengsaraan dan kegagalan jauh lebih baik daripada mereka yang tidak berserah kepada Kristus’ (DARI KEGAGALAN MENUJU SUKSES. Dave Dean. BPK Gunung Mulia 1990. H 126)

Kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah.
Rasul Paulus seorang pemberita Injil yang seluruh hidupnya dipertaruhkan untuk melayani TuhanNya. Riwayat pemberitaan Injil yang dilakukan Rasul Paulus tidak pernah putus dari sejumlah kepahitan dan penderitaan yang terus menerus. Namun demikian, ia tidak pernah mengeluh akan segala penderitaanNya sebagai pewarta Injil. Sebagai seorang pelayanan yang punya nyali, ia tidak akan surut dari membela kebenaran sekalipun harus dimusuhi semua orang. HIDUP DAN MATI MILIK TUHAN merupakan salah satu keyakinan yang melandasi pelayanan Injil yang dilakukan Rasul Paulus. Keseluruhan hidup Rasul Paulus sepenuhnya berada di tangan kemahakuasaan Tuhan. Itulah sebabnya ia mengatakan: ‘hidup dan matinya adalah milikNya’ (Fil 1:21). Oleh karenanya, ia tidak pernah takut terhadap resiko panggilan menggenapi pelayananNya. Mungkin saja, sebagai manusia biasa, rasul Paulus juga takut akan kematian. Namun, ia memahami kematian yang bersifat pisik akan sangat mengerikan ketika kematian sessungguhnya ialah bahwa hanya Tuhan yang dapat mematikan jiwa (Mat 10:28 bdk.Mat 10:39 16:25 Mk 8:35 Lk 9:24). Kepercayaan bagaikan oasis dalam sanubari Paulus yang membuat pelayanannya nyaris tidak pernah kering oleh teriknya panas derita, kematian, kesulitan. Bermacam-macam kesulitan dan penderitaan yang dialami Rasul Paulus tidak melemahkan semangat melainkan malah menjadi semacam pupuk yang menyuburkan pelayanannya.
Akan tetapi, ketika orang Yahudi melihat orang banyak itu, penuhlah mereka dengan iri hati dan sambil menghujat, mereka membantah apa yang dikatakan Paulus 46 Tetapi dengan berani Paulus dan Barnabas berkata: “Memang kepada kamulah firman Allah harus diberitakan lebih dahulu, tetapi kamu menolaknya dan menganggap dirimu tidak layak untuk beroleh hidup yang kekal. Karena itu kami berpaling kepada bangsa-bangsa lain 50. Orang-orang Yahudi menghasut perempuan-perempuan terkemuka yang takut akan Allah, dan pembesar-pembesar di kota itu, dan mereka menimbulkan penganiayaan atas Paulus dan Barnabas (Kis 13:45-46,50)

19.Tetapi datanglah orang-orang Yahudi dari Antiokhia dan Ikonium dan mereka membujuk orang banyak itu memihak mereka. Lalu mereka melempari Paulus dengan batu dan menyeretnya keluar kota, karena mereka menyangka bahwa ia telah mati (Kis 14:19 Ke Ikonimum. Listra dan Derbe)

5. Tetapi orang-orang Yahudi menjadi iri hati dan dengan dibantu oleh beberapa penjahat dari antara petualang-petualang di pasar, mereka mengadakan keributan dan mengacau kota 13 Tetapi ketika orang-orang Yahudi dari Tesalonika tahu, bahwa juga di Berea telah diberitakan firman Allah oleh Paulus, datang jugalah mereka ke sana menghasut dan menggelisahkan hati orang banyak (Kis 17:5,13)


35 Ketika sampai ke tangga Paulus terpaksa didukung prajurit-prajurit karena berdesak-desaknya orang banyak, 36 yang berbondong-bondong mengikuti dia, sambil berteriak “Enyahkanlah Dia!” (Kis 21:35-36)

12 Dan setelah hari siang orang-orang Yahudi mengadakan komplotan dan bersumpah dengan mengutuk diri, bahwa mereka tidak akan makan atau minum sebelum mereka membunuh Paulus (Kis 23:12)

Kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah
Tidak hanya itu, Paulus juga tetap setia kepada pelayanan Tuhan Yesus ketika ia dijadikan bulan-bulanan para penguasa yang menjadikan dirinya sebagai musuh negara dan agama - ‘tahanan/ narapidana’ (Kis 21:27 22:30-23:11). Dalam rekayasa menambah kebencian orang banyak kepada diri Paulus, dihembuskan rumor PENYAKIT SAMPAR (Kis 24:5), sesuatu yang fatal akibatnya. Tuduhan penyebab sampar potensial menjadikan Paulus sebagai orang yang harus dijauhi karena membawa sial dalam masyarakat. Rasul Paulus mengalami konflik internal, dalam perdebatan mengenai ‘sunat’, salah satu akibatnya ia bentrok dengan Rasul Petrus (Gal 2:11-14). Melalui II Timotius 4:1-8 (6-8) kita bisa belajar sisi lain, tentang kepastian kesetiaan Rasul Paulus dalam melayani Tuhan, ia tidak leda-lede, tidak terganggu karena kepahitan hidupnya bahkan ketika kematiannya sudah begitu dekat. BERSERAH - BUKTI KESETIAANKasih, adalah kata kunci untuk memahami semua ketabahan Paulus menghadapi kesulitannya. Paulus sangat yakin, bahwa apa yang dilakukannya adalah bentuk kesetiaan dan ketaatanNya pada Tuhan Yesus yang diberitakannya. Jalan salib juga berlaku bagi dirinya sebagaimana yang juga dijalani Tuhan Yesus,

3 Ia menerangkan kepada mereka dan menunjukkan, bahwa Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati, lalu ia berkata: “Inilah Mesias, yaitu Yesus, yang kuberitakan kepadamu.” (Kis 17:3)

2 Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran (II Tim 4:2).


Wacana kesaksian-hidup Rasul Paulus mengekpresikan bukti aktual kebenaran hakekat kasih sebagai fondasi iman Kristen.

13 Demikian tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, penghararapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih (I Kor 13:13)





Meyakini Pilihan

Pembacaan Filipi 1:12-26
Nats 12-18

12 Aku menghendaki, saudara-saudara, supaya kamu tahu, bahwa apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil,
Ketika kita memutuskan untuk taat sepenuhnya kepada Allah, kita cenderung beranggapan bahwa kehidupan kita akan berjalan lancar? Namun demikian, bila rintangan dan kesulitan datang maka kita cenderung menyimpulkan bahwa kita dan apa yang kita lakukan berada di luar kehendak Allah. Akhirnya kita bahkan meragukan pengabdian kita dan bahkan meragukan Allah.


1. WARTA PENUH CORAK
Kehidupan ini begitu penuh corak dan warna, yang membuat kehidupan ini tidak membosankan. Namun adakalanya kita harus bisa memilih mana yang terbaik untuk dijadikan panutan. Demikian juga hal menjadi orang beriman, ada banyak dimensi kehidupan iman:

15 Ada orang yang memberitakan Kristus karena dengki dan perselisihan, tetapi ada pula yang memberitakan-Nya dengan maksud baik. 16 Mereka ini memberitakan Kristus karena kasih, sebab mereka tahu, bahwa aku ada di sini untuk membela Injil, 17 tetapi yang lain karena kepentingan sendiri dan dengan maksud yang tidak ikhlas, sangkanya dengan demikian mereka memperberat bebanku dalam penjara. 18 Tetapi tidak mengapa, sebab bagaimanapun juga, Kristus diberitakan, baik dengan maksud palsu maupun dengan jujur. Tentang hal itu aku bersukacita. Dan aku akan tetap bersukacita,


2. MEYAKINI PILIHAN
Ada seorang Kristen yang dewasa pernah berkata “anda memiliki keyakinan yang salah jika mengira asal Anda taat kepada Allah, maka segala sesuatu akan berjalan lancar. Mempersembahkan hidup kepada Allah berarti berjalan bersamaNYA bahkan saat segala sesuatu tidak berjalan dengan mulus, “Sesungguhnya” karena dengan yakin “Injil mengalami kemajuan karena bencana dan penderitaan”.
Walaupun Paulus berada dalam penjara ketika menulis surat kepada jemaat Filipi, penderitaan yang dialaminya tidak membuatnya gelisah. Tujuan hidupnya adalah mengkhotbahkan Injil dan ia tidak meragukan tujuan tersebut hanya kerena dipenjara. Ia memanfaatkan keadaan sebaik mungkin dan memberitakan Kristus kepada orang-orang yang memenjarakannya. Melalui berbagai macam penderitaan yang dialaminyanya maka memajukan Injil (Filipi 1:12-14). Memang, seseorang bisa dihukum karena berbuat jahat, tetapi adakalanya justru karena berbuat baik. Dan semua kekejaman yang diberlakukan atas dirinya, tidak membuat Paulus kecut nyalinya untuk tetap

12 Aku menghendaki, saudara-saudara, supaya kamu tahu, bahwa apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil, 13 sehingga telah jelas bagi seluruh istana dan semua orang lain, bahwa aku dipenjarakan karena Kristus. 14 Dan kebanyakan saudara dalam Tuhan telah beroleh kepercayaan karena pemenjaraanku untuk bertambah berani berkata-kata tentang firman Allah dengan tidak takut.

Pikirkanlah karunia dan tujuan rohani Anda. Apakah anda percaya bahwa semua itu dari Allah? Jangan dibodohi oleh keyakinan yang salah bahwa hidup akan menjadi mudah jika anda taat kepada Allah. Allah tidaklah akan meniadakan kesulitan. Tetapi, Dia memanfaatkan kesulitan itu demi kebaikan Anda dan kemuliaanNYA.

Tuhan Yesus tidak hanya mengajarkan kelimpahan, melainkan yang terutama justru adalah pengosongan diri, bukan pertahanan diri dengan segala cara melainkan penyangkalan diri (Mat 16:24 Mk 8:34 Lukas 9:23). Penderitaan karena kebenaran bukan untuk dihindari melainkan dengan tulus ikhlas dihadapi. Hanya dengan kesadaran itulah, panggilan menjadi garam dan terang akan terwujud (Mat 5:13-16). Panggilan yang pasti tidak mudah, sekalipun bagaikan anak domba di tengah serigala (Lukas 10:3). AjaranNya ialah setia dalam hal-hal yang kecil dan bahkan duduk di tempat yang rendah.

‘Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar’ (Lukas 16:10) - (yang terkecil - Lukas 7:28 Lukas 9:48 // Mat 10:40 Yoh 13:20) – (yang terakhir - Lukas 13:30) – (merendahkan diri - Lukas 14:11 18:14) – (seorang anak kecil - Lukas 18:17)

Dibawah ini dikutipkan pengajaran Yesus ttg ketaatan yang kiranya mampu memberi inspirasi bagi pemaknaan ketaatan bagi setiap orang beriman, yaitu:

 Pencobaan di padang gurun Matius 4:1-11, 8 Dan Iblis membawaNya pula ke atas gunung yang sangat tinggi dan memperlihatkan kepadaNya semua kerajaan dunia dengan kemegahannya, 9 dan berkata kepadaNya: ‘Semua itu akan kuberikan kepadamu, jika Engkau sujud menyembah aku.’ 10 Maka berkatalah Yesus kepadanya: ‘Enyahlah, Iblis. Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti’
 Matius 6:10 jadilah kehendakMu di bumi seperti di sorga
 Markus 14:36 KataNya: ‘Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagiMu, ambillah cawan ini dari padaKu, tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki’

UKURAN KESEMPURNAAN IMAN

Pembacaan : Matius 19:16-26

Sportifitas merupakan salah satu jargon yang seringkali dipakai dalam bidang olah raga. Misalnya olah raga sepak bola selalu mengawali setiap pertandingan dengan membentangkan bendera yang bertuliskan ‘fair-play’. Sportifitas menjadi sesuatu yang agak kabur pada didang olah raga yang relatif ukurannya (senam) ketika juri satu dan lainnya memberikan nilai yang tidak sama. Bidang olah raga yang ’relatif-ukurannya’ potensial menyisakan ketidak puasan bagi mereka yang merasa dikalahkan atau kalah.
Bukankah kehidupan keagamaan kita pun terlalu terbiasa berbicara pada dimensi ‘tidak terukur’, yaitu ketika agama melontarkan gagasan yang abstrak seperti kata: ‘kasih, setia, adil dan benar’ dsbnya. Karena sifat agama sedemikian abstraknya, oleh karenanya sulit diukur secara terang benderang? Bagaimana pula jika ternyata ada klaim-klaim sepihak dari denominasi tertentu yang cenderung ’memenangkan’ diri seraya mengalahkan denominasi lain? Sedemikian relatifkah keagamaan itu dalam ajaran Injil?

Ada 2 perumpamaan yang bisa memberikan persfektip terhadap soal diatas. Pertama, ketika ada seorang yang mempertanyakan siapakah sesamaku (Lukas 10:25-37), Tuhan Yesus tidak menjawabnya secara sosiologis, adat istiadat budaya mana pun. Secara pasti dan terlihat jelas, orang itu sendiri yang mengatakan orang Samaria. Status sosial orang Samaria tidak ada apa-apanya jika dijajarkan dengan orang Lewi dan Imam. Secara turun temurun ada kebencian yang mendalam diantara orang Yahudi dan Samaria. Namun demikian, orang itu tidak ragu-ragu mengatakan orang Samaria sebagai sesama orang mengalami musibah. Perumpamaan ini sekaligus menyadarkan kita bahwa adakalanya aturan-kaidah agama bisa merendahkan martabat kemanusiaan sesamanya.
Kedua, saat seseorang datang kehadapan Tuhan Yesus dengan mengaku telah melaksanakan ketentuan hukum taurat (Matius 19:16-26 (// Markus 10:17-27 Lukas 18:18-27). Apa sebenarnya motif orang muda ini mempertanyakan hal itu kepada Tuhan Yesus yang dalam beberapa hal bersikap kritis atau terang-terangan melawan aturan waktu itu (Mat 12:1-8 Mk 2:23-28 Lk 6:1-5). Inilah jawab Tuhan Yesus: ‘‘Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.(Mat 19:21). Orang Muda itu tak dapat menjual hartanya? Melalui dua contoh diatas, menunjukan bahwa perbuatan mengisihi dan menolong sesama adalah hakekat Injil?
Kitab Injil Matius, Markus, Lukas dan Yohanes memuat kesaksian berbagai macam karya perbuatan Tuhan Yesus seperti: menyembuhkan, menghidupkan dsbnya. Melalui karya-karyaNya itu Tuhan Yesus menunjukkan bahwa kesempurnaan iman tampak dalam perbuatan yang dilakukan seseorang karena iman (Matius 19:21 Kol 3:14 Yakobus 1:4,25 2:22 I Yoh 2:5 4:12,17). Kesatuan iman dan ‘perbuatan’ itulah yang sekaligus menjadi faktor yang membedakan iman-injili dengan agama Yahudi yang verbalistik, legalistik simbol-ritual (Lukas 10:25-37 bdk. Kisah Rasul 10:1-48 dsbnya).

1. Konsistensi keterukuran agama tampak dalam Matius 7:21 ketika Ia mengatakan ‘Bukan setiap orang yang berseru kepadaku: Tuhan! Tuhan ! akan masuk kedalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang disorga’ (Matius 7:21).
2. Pengampunan Allah bukan hanya suatu peristiwa vertikal-abstrak, melainkan secara konkrit dinyatakan melalui kehidupan ‘tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.’ (Matius 6:14-15).
3. BUAH - Setiap ranting padaKu yang tidak berbuah, dipotongNya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkanNya supaya ia lebih banyak berbuah (Yoh 15:2), Bapaku dipermuliakan jika kamu berbuah (Yoh 15:8 bdk Lukas 3:8 Kol 1:10 Roma 7:4 Titus 3:14)

Mungkin saja, saudara seorang yang sedang bergumul dengan pertanyaan tentang iman yang sempurna. Ketaatan memenuhi berbagai aturan-aturan agama yang ada bukanlah segala-galanya. Atau sebaliknya, dengan dalih perbuatan maka saudara mengabaikan aturan-aturan agama yang ada. Tuhan Yesus tidak mengajarkan hubungan aturan agama dan perbuatan sebagai hal yang bertentangan. Sebaliknya, Tuhan Yesus Kristus mengajarkan bahwa hendaknya pemaknaan aturan-aturan agama sesuatu yang mengukuhkan ‘perbuatan’ iman.
mencerahi pemahaman kita tentang agama Kristen yang sesungguhnya di zaman modern. Agama Kristen yang memiliki kemampuan serta kecerdasan untuk melakukan perbuatan-perbuatan iman. Bisakah ‘perbuatan-iman’ menjadi salah satu ukuran kita bersama dalam mencermati kualitas iman Kristen dalam kehidupan kita bersama. Ajaran agama yang memiliki kekuatan ORTHOPRAXIS (=bertindak benar) sebagai wujud agama ORTHODOXY (=ajaran yang benar)

• Kata Yesus kepadanya: ‘Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku (Mat 19:21 teleios/ complete)
• Kamu lihat, bahwa iman bekerja sama dengan perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna (Yak 2:22 teleios to end, complete)
• Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun (Yakobus 1:4 teleios/ complete)
• Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan yang bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya (Yakobus 1:25 teleios / complete)
• Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini (1 Yoh 4:17 to end, complete -)
• Tetapi barangsiapa menuruti firmanNya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah: dengan itulah kita ketahui, bahwa kita ada di dalam Dia (1 Yoh 2:5)
• Dan diatas semuanya itu; kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan (Kol 3:14)
• Tidak ada seorangpun yang pernah melihat Allah, jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasihNya sempurna di dalam kita (1 Yoh 4:12)

Keharusan berbuat tidak dapat ditunda dengan berbagai alasannya. Agama Kristen tidak memahami waktu kehidupan manusia ibarat lingkaran yang tidak ada hujungnya dan sesuatu yang akan terulang. Agama Kristen memahami waktu secara linear yang sarat dengan evolusi dan perkembangan kesesuatu di depan. Tidak ada yang terulang dalam hidup ini karena sifatnya yang bergerak ke masa depan. Sebab jika waktu bergerak dalam lingkaran dan bukan dalam garis lurus, jika semua peristiwa berputar-putar kembali pada tempatnya semula dan bukannya bergerak lurus kesatu arah, maka ini berarti bahwa sejarah berulang kembali dan evolusi serta progres tidak lebih dari sebuah impian - bayang-bayang ditembok waktu (Alvin Toffler. GELOMBANG KETIGA. Jakarta. 1989 h.148). Oleh karena itu II Kor 5:10 menyebutkan bahwa kita akan diadili menurut perbuatan kita, yang baik atau yang jahat. Keharusan untuk berbuat sebagai wujud iman, menjadi persoalan sekarang karena yang sekarang itu tidak akan terulang diwaktu yang mana pun?




Kamis, 21 Mei 2009

AGAMA TANPA AGAMA


Pembacaan Kejadian 18:1-15 (Markus 14:36)


Kesabaran manusia itu ada batasnya! Sampai seberapa jauhkah kesabaran itu? Pada batas terjauh kesabarannya – ketika ketuaan datang (telah kehilangan keperkasaan, jalan pun sudah gontai, tatapan telah pudar) – manusia bisa saja kehilangan gairah.

Nglokro – Abraham dan Sara telah tua renta, namun janji akan anak belum terwujud juga (Kej 12: ). Sara menganggap suatu kemustahilan hidup, ia tertawa “lelucon” macam apa sebenarnya? Kenapa Tuhan tidak memakai yang,

Akal budi manusia menjadi semacam ‘conditions of possibility’ yang memisahkan antara apa yang-mungkin dan apa yang-mustahil, apa yang masuk akal dan apa yang berada di luar penalaran akal budi manusia. Akal budi manusia adalah hakim, malah satu-satunya Hakim, dalam apa yang disebut Kant ‘tribunal of reason.

Garis batas yang dibuat Kant membuat agama hanya mungkin dibayangkan “dalam batas-batas akal budi semata”, seperti judul buku Kant yang jadi cetak biru pandangan Pencerahan. Dan diam-diam kita, manusia modern yang jadi ahli waris Kant, mengikuti batas-batas yang digariskannya. Cerita-cerita Kitab Suci, seperti Perawan Maria yang melahirkan tapi tetap perawan, atau Musa yang membelah laut dengan pukulan tongkatnya, berada dalam kategori yang sama dengan seri “Kismis” di televisi, sebagai sesuatu yang berada di luar penalaran akal budi semata, sebagai “yang-mustahil.”.


14 Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN? Pada waktu yang telah ditetapkan itu, tahun depan, Aku akan kembali mendapatkan engkau, pada waktu itulah Sara mempunyai seorang anak laki-laki." 15 Lalu Sara menyangkal, katanya: "Aku tidak tertawa," sebab ia takut; tetapi TUHAN berfirman: "Tidak, memang engkau tertawa!"


Agama adalah “perjanjian dengan yang-tak-mungkin”, yang dikobarkan oleh “gairah bagi yang-tak-mungkin” (passion of the impossible) yang terus-menerus mendorong orang untuk menabrak dan melewati batas-batas kemungkinan manusiawi. Menjadi orang religius, karenanya, adalah menjadi “orang-orang yang tak mungkin”, orang-orang yang dibakar oleh gairah bagi yang-tak-mungkin, para pencinta yang mencintai habis-habisan dengan cinta yang tak berkesudahan, orang-orang yang berharap dengan harapan yang mengatasi segala pengharapan, hope against all hope (Roma 4:18).


Kejadian 18:14 (Sara tertawa – Mati haid akan hamil – Roma 4:18 Ibrani 11) – I Raja 19:10 ( Elia - I Raja 19:18 1:7000 orang) – Kejadian 6:9-22 Nuh membuat Bahtera – Yunus 4 - Allah mengasihi bangsa-bangsa – Mat 26:69-75 Petrus menyangkal Tuhan Yesus (Mk 14:66-72 Lk 22:56-62 Yoh 18:15-18, 25-27) – Matius 1:37 Maria Hamil - Pedang dan Credit Card – dsbnya


John D.Caputo (yang diambil alih dari Jacques Derrida) berbicara tentang “agama tanpa agama” (religion without religion), seyogianya dipertimbangkan secara serius bagi siapa pun yang akan bergumul dengan “agama”, “berbicara tentang Allah” (theos-logos) pada jaman sekarang,. Kalau tidak maka setiap diskursus tentang agama dan teologi hanya akan jadi omong kosong, atau basa basi belaka?

Senin, 18 Mei 2009

OH . . . . HARGA DIRIKU?


Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari 120.000 orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?"

Dalam kehidupan kita sehari-hari, harga diri menjadi sesuatu yang sangat penting. Ketika harga diri seseorang merasa dilecehkan, seseorang akan melakukan apa pun untuk membela dirinya. Tak terkecuali bagi nabi Yunus yang merasa harga dirinya sebagai nabi seakan-akan dilecehkan Tuhan? Tuhan pernah memerintahkan agar memberitakan hukuman kota Ninive yang berpenduduk 120.000 orang. Nabi Yunus dengan lantang dan penuh semangat menyampaikan penghukuman Tuhan kepada penduduk Niniwe diberbagai tempat. Namun sungguh mengecewakan, ternyata dalam Yunus 4 Tuhan membatalkan hukuman? Kekecewaan Nabi Yunus diucapkan dalam Yunus4:3 ialah: 'jadi sekarang, ya TUHAN, cabutlah kiranya nyawaku, karena lebih baik aku mati dari pada hidup." Nabi Yunus merasa malu, ia akan dituduh sebagai nabi yang plin plan bahkan bisa jadi lebih dari pada itu. Harga dirinya sebagai nabi, sungguh-sungguh telah dipermalukan Tuhan? Bukankah Tuhan sendiri tahu kalau nabi Yunus semula menolak panggilan ke Niniwe, bahkan sampai ia harus ditelan ikan?

Namun, kini Tuhan juga yang mempermalukan nabi Yunus. Apa kata orang nanti terhadap pemberitaannya yang berbubah-ubah? Ada sebuah pertanyaan penting, manakah yang terlebih penting antara perasaan 'harga diri' sebagai nabi dengan 'pengampunan' Tuhan kepada 120.000 orang penduduk kota Niniwe? Bagaimana mungkin, nabi Yunus seakan-akan memaksa Tuhan untuk tetap menghukum kota Niniwe dengan cara mengatakan lebih baik mati? Bukankah seharusnya nabi Yunus bersyukur karena Tuhan menyelamatkan ratusan ribu orang dan sejumlah ternak mereka? Benarkah bahwa Yunus 4 mengajarkan bahwa 'harga-diri' tidak lebih penting dari 'ketaatan akan Tuhan'?

Kamis, 14 Mei 2009

DEKAT TAPI JAUH


Dalam hidup kita, adakalanya sesuatu itu begitu dekat namun menjadi sangat jauh. Melalui peristiwa dalam Markus 5:21-43 kita bisa belajar tentang begitu dekatnya orang-orang banyak dengan Tuhan Yesus, namun mereka semua tidak mengalami kuasa muzizat Tuhan Yesus. Perikop bacaan Alkitab menunjukkan betapa Tuhan Yesus sedemikian berharganya untuk 2 anak perempuan, yang seorang menderita sakit yang sudah belasan tahun dan seorangnya dikatakan sakit sampai meninggal akhirnya. Proses kesembuhan anak perempuan yang pertama, dikatakan dengan memegang jubah Tuhan Yesus. Pada hal diantara mereka yang waktu itu berkumpul disekitar Tuhan Yesus, ada diantara mereka yang bersentuhan misalnya bersalaman. Namun perikop kita tidak menyebut ada kejadian seperti yang dialami oleh wanita yang memegang ujung jubah Tuhan Yesus. Bukankah kita juga seringkali mengalami seperti yang dialami oleh orang banyak yang berada disekitar Tuhan Yesus? Mungkin kita begitu dekatnya dengan Tuhan, namun kita tidak mengalami kuasa muzizatNya. Kita tidak membutuhkanNya seperti 2 anak perempuan dalam Markus 5:21-43

Rabu, 13 Mei 2009

HARAPAN


Ada pepatah bahasa latin yang mengatakan: 'unum catigabis, centum emendabis' yang artinya: jika Anda hukum satu kesalahan, Anda akan perbaiki seribu kesalahan. Jika Anda hukum satu kesalahan, Anda akan mencegah terjadinya seribu kesalahan. Jangan pernah ragu bersikap tegas terhadap sebuah kesalahan, sekecil apa pun kesalahan itu. Ingatlah, kata-kata ini jangan tudingkan kepada sesama, tetapi dakwakan dia pada diri sendiri. Selanjutnya, perbaiki diri semampu mungkin. Dan jangan pernah menyalahkan siapa pun. Berat, ya sungguh berat. Cobalah, mintalah pertolongan Tuhan Yesus

RENUNGKAN FIRMAN

RENUNGKAN FIRMAN

Pengikut